Blog ini sedang dalam penyempurnaan kembali. Maaf bila mengganggu kenyamanan anda. Terimakasih

Budidaya Padi Ekologis



A. DESKRIPSI SINGKAT

Secara umum pertanian ekologis merupakan sistem budidaya pertanian sehat yang mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pertanian dan kearifan lokal dengan menggunakan teknologi pertanian spesifik lokasi dan berwawasan lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan petani dengan menghasilkan produk pertanian yang sehat dan aman bagi konsumen sesuai dinamika perubahan permintaan pasar. Dijelaskan juga bahwasanya unsur-unsur sistem pertanian ekologis ini antara lain meliputi : (1) tanaman sehat ; (2) petani yang inovatif dan partisipatif ; (3) teknologi pertanian ramah lingkungan dan (4) didukung oleh kelembagaan pedesaan yang mampu melayani kebutuhan petani, memberikan jaminan harga produk yang layak disertai pembinaan kualitas dan pengawasan kualitas produk serta pelayanan yang prima.

Budi daya Padi Ekologis (BPE), pada dasarnya merupakan kegiatan usahatani padi yang dilaksanakan oleh komunitas petani dengan memperhatikan kesinambungan antar lingkungan yang mendukung pada kegiatan tersebut serta bagi lingkungan disekitarnya, sebagai dampak dari penerapan budidaya padi ekologis. Kegiatan BPE juga pada dasarnya terwujud dari keprihatinan rusaknya ekologi dan sumberdaya alam yang ada saat ini. Kontaminasi lahan akibat akumulasi penggunaan berbagai macam obat dan pupuk anorganik, semakin berkurangnya ketersediaan air akibat rusaknya sumber-sumber mata air serta terjadinya berbagai keruksakan lingkungan akibat perilaku manusia dalam pengelolaannya.

BPE juga berkembang, karena didorong oleh berbagai kondisi sosial ekonomi yang berkembang sejalan dengan proses dan tuntutan pembangunan secara keseluruhan. Meningkatnya harga pada hampir semua input produksi yang diperlukan bagi kegiatan usahatani padi, terjadinya stagnasi proses penyuluhan pertanian di tingkat lapangan/petani serta masih rendahnya nilai tukar petani yang diterima dari output usahatani yang dihasilkan, telah menjadi alternatif dan pilihan rasional bagi komunitas petani BPE untuk melakukan kegiatan usahatani tersebut.

Perkembangan selanjutnya, BPE juga didasari oleh metode Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang lebih banyak terkait dengan kesehatan lingkungan, khususnya dalam penggunaan berbagai produk pupuk dan pestisida. Konsep SLPHT menjadi dasar penting bagaimana para petani menggunakan teknik untuk menangani hama penyakit yang biasa menyerang padi serta kesehatan lahan dan tanaman. Namun demikian yang lebih ditekankan adalah proses pembelajaran petani di lapangan sehingga lebih banyak dilakukan dengan metoda praktek lapang.

Unsur ke tiga yang sangat terkait adalah dengan penerapan metode SRI (System Rice Intensification) yang menekankan bagaimana kegiatan budidaya padi dilakukan dengan efisien serta menggunakan bahan dan input produksi yang ada di sekitar petani sendiri. Dalam SRI, penggunaan bibit diupayakan sangat hemat dalam satuan luas lahan tertentu, kemudian menggunakan pupuk organik dan kompos serta MOL (Mikro Organisme Lokal) untuk kesuburan tanah serta pencegahan hama penyakit dengan bahan-bahan lokal yang ada disekitar petani.

Ketiga unsur tadi menjadi dasar bagaimana sistem BPE berkembang menjadi sebuah pilihan usahatani padi yang dilakukan oleh para petani yang kemudian menjadi komunitas BPE di beberapa daerah di Indonesia. Dengan demikian, fenomena kegiatan usahatani ekologis telah menjadi bagian dari proses penerapan teknologi hemat air, PHT, teknologi ramah lingkungan, kemudian pola usahatani terpadu serta teknologi pasca panen dan pengolahan yang kesemuanya bermuara pada membangun kemandirian petani dan masyarakat perdesaan.

B. SISTEM INTENSIFIKASI PADI (The system of Rice intensificasion – SRI)
  1. SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%.

    Metode ini pertama kali ditemukan secara tidak disengaja di Madagaskar antara tahun 1983 -84 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ, seorang Pastor Jesuit asal Prancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana. Oleh penemunya, metododologi ini selanjutnya dalam bahasa Prancis dinamakan Ie Systme de Riziculture Intensive disingkat SRI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification disingkat SRI.

    Tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina (ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian, Cornell International Institution for Food, Agriculture and Development (CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International Development. SRI telah diuji di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka, dan Bangladesh dengan hasil yang positif.

    SRI menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff (Director CIIFAD). Pada tahun 1987, Uphoff mengadakan presentase SRI di Indonesia yang merupakan kesempatan pertama SRI dilaksanakan di luar Madagaskar

    Hasil metode SRI sangat memuaskan. Di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani. Hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen.

    Dalam SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, bukan diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua unsur potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya.


  2. Prinsip-prinsip budidaya padi organik metode SRI
    1. Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss) ketika bibit masih berdaun 2 helai
    2. Bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak 30 x 30, 35 x 35 atau lebih jarang
    3. Pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal
    4. Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (Irigasi berselang/terputus)
    5. Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari
    6. Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk hijau)

  3. Keunggulan metode SRI
    1. Tanaman hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air max 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak ( Irigasi terputus)
    2. Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg/ha. Tidak memerlukan biaya pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang dll.
    3. Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 - 12 hss, dan waktu panen akan lebih awal
    4. Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton/ha
    5. Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan Mikro-oragisme Lokal), begitu juga penggunaan pestisida.

Teknik Budidaya Padi Organik metode SRI

  1. Persiapan benih
  2. Ini merupakan awal dari rangkaian kegiatan membuat persemaian. Petama-tama kita siapkan benih yang akan dipakai. Kebutuhan benih untuk tanaman padi model SRI adalah 5—7 kg per hektar lahan. Kemudian benih tadi harus diseleksi sebelum disemai.
    Untuk itu kita bisa menggunakan metode “Larutan Garam”. Prosesnya adalah sebagai berikut.
    1. Masukkan air ke dalam wadah atau toples.
    2. Selanjutnya masukkan telur ayam ke dalam wadah atau toples berisi air tadi. Telur ayam akan berfungsi sebagai penanda ketika larutan garam sudah siap untuk digunakan.
    3. Kemudian masukkan garam dapur perlahan-lahan ke dalam air sambil diaduk hingga garam larut. Penambahan garam dihentikan ketika telur sudah naik ke permukaan air.
    4. Langkah berikutnya adalah memasukkan benih yang akan ditanam ke dalam larutan garam.
    5. Benih yang mengapung adalah benih yang kurang baik kualitasnya. Benih ini bisa diambil dan disisihkan. Benih yang tenggelam adalah benih yang baik. Benih-benih ini kemudian diambil dan dicuci untuk selanjutnya disemai. Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan larutan garam yang menempel pada benih.

    Metode “Larutan Garam” hanyalah salah satu cara untuk menyeleksi benih. Anda bisa menggunakan cara lain yang mungkin sudah biasa Anda gunakan dalam memilih benih yang baik untuk disemaikan.

    Setelah benih berkualitas baik siap, benih harus diperam dulu selama satu hari satu malam, tidak boleh lebih. Ini dilakukan agar benih tumbuh seragam. Setelah diperam, akan terlihat adanya bintik pada lembaga atau embrio benih (tetapi belum tumbuh akar). Ini adalah tanda benih yang baik dan siap disemai.

    Membuat Persemaian
    1. Persemaian untuk SRI dapat dilakukan dengan dua cara yaitu persemaian kering dan persemaian basah. Persemaian basah adalah persemaian yang langsung dilakukan di lahan pertanian, seperti pada sistem konvensional. Sementara persemaian kering yaitu persemaian yang menggunakan wadah berupa kotak/besek/wonca/pipiti. Penggunaan wadah ini dimaksudkan untuk memudahkan pengangkutan dan penyeleksian benih. Untuk lahan seluas satu hektar dibutuhkan wadah persemaian ukuran 20 cm x 20 cm, sebanyak 400—500 buah. Kotak/besek/wonca/pipiti bisa juga diganti dengan wadah lain seperti pelepah pisang atau belahan buluh bambu. Benih ditabur

    Tahapan membuat persemaian adalah sebagai berikut.
    1. Siapkan media persemaian dengan cara mencampur tanah dengan pupuk organik/pupuk kandang/ bokhasi dengan perbandingan 1:1.
    2. Sebelum wadah diisi dengan media, lapisi dulu bagian dalamnya dengan daun pisang yang sudah dilemaskan dengan cara dijemur atau dipanaskan di atas api.
    3. Masukkan media ke dalam wadah hingga 3/4 penuh. Selanjutnya media ini disiram dengan air supaya lembab.
    4. Tebarkan benih ke dalam wadah. Jumlah benih per wadah antara 300—350 biji.
    5. Taburkan arang sekam di atas benih sampai rata melapisi/menutupi benih.
    6. Selanjutnya simpan wadah-wadah ini di tempat yang teduh. Pada hari pertama dan hari kedua, sebaiknya wadah-wadah ini ditutupi agar tidak kepanasan.
    7. Jika disimpan di pekarangan, jangan lupa untuk meletakkan wadah-wadah ini di tempat yang aman dari gangguan ternak seperti ayam.
    8. Penyiraman bisa dilakukan setiap hari agar media tetap lembab dan bibit tanaman tetap segar.

  3. Pengolahan tanah
  4. Pengolahan tanah Untuk Tanam padi metode SRI tidak berbeda dengan cara pengolahan tanah untuk tanam padi cara konvesional yaitu dilakukan untuk mendapatkan struktur tanah yang lebih baik bagi tanaman, terhidar dari gulma. Pengolahan dilakukan dua minggu sebelum tanam dengan menggunakan traktor tangan, sampai terbentuk struktur lumpur. Permukaan tanah diratakan untuk mempermudah mengontrol dan mengendalikan air.

  5. Penanaman
  6. Bibit siap dipindahkan ke lahan setelah mencapai umur 7—10 hari setelah semai. Kondisi air pada saat tanam adalah “macak-macak” (Jawa-Red.). Arti dari “macakmacak” adalah kondisi tanah yang basah tetapi bukan tergenang.

    Pada metode SRI digunakan sistem tanam tunggal. Artinya, satu lubang tanam diisi satu bibit padi. Selain itu, bibit ditanam dangkal, yaitu pada kedalaman 2—3 cm dengan bentuk perakaran horizontal (seperti huruf L).

    Mengapa hanya menggunakan satu benih untuk satu lubang? Dasar pemikirannya adalah, jika beberapa benih ditanam bersamaan dalam satu lubang maka akan muncul persaingan antar tanaman dalam memperebutkan nutrisi, oksigen, dan sinar matahari. Karena itu, dengan sistem penanaman tunggal diharapkan bahwa tiap tanaman bisa menyerap nutrisi, oksigen, dan sinar matahari secara lebih optimal.

    Jarak tanam yang digunakan dalam metode SRI adalah jarak tanam lebar, misalnya 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 30 cm. Semakin lebar jarak tanam, semakin meningkat jumlah anakan produktif yang dihasilkan oleh tanaman padi. Penyebabnya, sinar matahari bisa mengenai seluruh bagian tanaman dengan lebih baik sehingga proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman terjadi dengan lebih optimal. Jarak tanam yang lebar ini juga memungkinkan tanaman untuk menyerap nutrisi, oksigen dan sinar matahari secara maksimal.

  7. Pemupukan Setelah Tanam
  8. Dari pengalaman uji coba yang kami lakukan selama ini di berbagai wilayah seperti Dompu, Bima, dan Mamasa,Ngada pupuk yang digunakan dalam metode SRI hanyalah pupuk organik yang berasal dari hijauan (seperti jerami, batang pisang, dan pangkasan daun tanaman legum) atau kotoran ternak (seperti sapi, kerbau, dan ayam). Bahanbahan ini harus dikomposkan terlebih dulu sebelum dipakai sebagai pupuk. Untuk menambah kandungan nutrisi, pupuk organik tersebut ditambah dengan pupuk organik cair yang mengandung mikroorganisme lokal (MOL). Pupuk organik cair ini terbuat dari tulang-tulang ikan, limbah pemotongan hewan, buah-buahan, dan air beras yang difermentasikan dengan air nira atau air kelapa selama 15 hari. Kebutuhan pupuk organik adalah 7—10 ton per hektar lahan.

  9. Pengolehan Air dan Penyiangan
  10. Berdasarkan uji coba yang kami lakukan, diketahui bahwa tanaman padi bukanlah tanaman air, tetapi tanaman darat (terestrial) yang dalam pertumbuhannya membutuhkan air. Karena itu dalam metode SRI, padi ditanam pada kondisi tanah yang tidak tergenang. Tujuannya, agar oksigen yang dapat dimanfaatkan oleh akar tersedia lebih banyak di dalam tanah. Selain itu, dalam kondisi tidak tergenang, akar bisa tumbuh lebih subur dan besar sehingga tanaman dapat menyerap nutrisi sebanyak-banyaknya.
    Proses pengelolaan air dan penyiangan dalam metode SRI dilakukan sebagai berikut.
    • Ketika padi mencapai umur 1—8 hari sesudah tanam (HST), keadaan air di lahan adalah “macak-macak”.
    • Sesudah padi mencapai umur 9—10 HST air kembali digenangkan dengan ketinggian 2—3 cm selama 1 malam saja. Ini dilakukan untuk memudahkan penyiangan tahap pertama.
    • Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi mencapai umur 18 HST.
    • Pada umur 19—20 HST sawah kembali digenangi untuk memudahkan penyiangan tahap kedua.
    • Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1—2 cm dan kondisi ini dipertahankan sampai padi “masak susu” (± 15—20 hari sebelum panen).
    • Kemudian sawah kembali dikeringkan sampai saat panen tiba

  11. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
    Dalam metode SRI, pengendalian hama dilakukan dengan sistem PHT. Dengan sistem ini, petani diajak untuk bisa mengelola unsur-unsur dalam agroekosistem (seperti matahari, tanaman, mikroorganisme, air, oksigen, dan musuh alami) sebagai alat pengendali hama dan penyakit tanaman. Cara yang dilakukan petani misalnya dengan menempatkan bilah-bilah bambu/ajir di petakan sawah sebagai “terminal” capung atau burung kapinis Selain itu petani juga menggunakan pestisida organik berupa ramuan yang diolah dari bahan-bahan alami untuk menghalau hama. Untuk pengendalian gulma, metode SRI mengandalkan tenaga manusia dan sama sekali tidak memakai herbisida. Biasanya digunakan alat bantu yang disebut “susruk”. .Ini adalah semacam garu yang berfungsi sebagai alat pencabut gulma. Dengan alat ini, gulma yang sudah tercabut sekaligus akan dibenamkan ke dalam tanah untuk menambah bahan organik tanah. Perlu diingat, bahwa dalam aplikasi metode SRI, gulma yang tumbuh akan relatif banyak karena sawah tidak selalu ada dalam kondisi tergenang air.

  12. Pemeliharaan
    Sistem tanam metode SRI tidak membutuhkan genangan air yang terus menerus, cukup dengan kondisi tanah yang basah. Penggenangan dilakukan hanya untuk mempermudah pemeliharan. Pada prakteknya pengelolaan air pada sistem padi organik dapat dilakukan sebagai berikut; pada umur 1-10 HST tanaman padi digenangi dengan ketinggian air ratarata 1cm, kemudian pada umur 10 hari dilakukan penyiangan. Setelah dilakukan penyiangan tanaman tidak digenangi. Untuk perlakuan yang masih membutuhkan penyiangan berikutnya, maka dua hari menjelang penyiangan tanaman digenang. Pada saat tanaman berbunga, tanaman digenang dan setelah padi matang susu tanaman tidak digenangi kembali sampai panen.

    Untuk mencegah hama dan penyakit pada SRI tidak digunakan bahan kimia, tetapi dilakukan pencengahan dan apabila terjadi gangguan hama/penyakit digunakan pestisida nabati dan atau digunakan pengendalian secara fisik dan mekanik